Catatan Mei 1998 (lagi)

Menjawab pertanyaan di Milis ITB, beberapa minggu yang lalu tentang suasana dan kondisi waktu di bulan Mei 1998 (ketahuan umur heuheuehe), di bawah ini catatan dari yang masih saya ingat sekarang:
reformasi1998-itbJaman 98 kayaknya milis ITB belum rame ya, saya ga inget ada dapat info atau memberitakan demo sepanjang 97-98 lewat milis.

Sebelum menuju 98 ada milis apakabar, disitu lebih ramai dan beragam, kadang2x ada info tentang ITB juga, dan kalau ada demo dimana gitu, suka ada yang ngirim kronologinya/siaran pers-nya ke milis, termasuk juga petisi atau surat terbuka.

Menuju 20 Mei 1998, kampus ganesha makin ramai, ada yang bikin tenda di gerbang kampus, tiap hari ada demo, dorong-dorongan sama polisi siangnya, sorenya balik ke himpunan nyari berita di Liputan 6, biasanya ada demo di ganesha hueheuheue dan juga demo-demo di kota-kota lain.

Tapi masa terbesar adalah tgl 13 Mei, sehari setelah penembakkan anak trisakti 12 Mei, 10,000an mahasiswa nyampe ke ganesha dan jalan bareng ke Gedung Sate, ngapain disana juga rada ga jelas.

Anak-anak ITB punya Satgas sendiri bentukan FKHJ (Forum Ketua Himpunan Jurusan) selama masa reformasi dan ada logonya sendiri. Karena satu dan lain hal, KM-ITB ga kedengeran padahal rasanya sudah ada, dan itu bersejarah juga karena KM-ITB sudah vakum sejak 1978 krn mahasiswa ITB menolak NKK-BKK, baru ada lagi tahun 1998.

Defacto kepemimpinan kolektif waktu itu ada di FKHJ, Koordinator FKHJ-nya Agung Wicaksono TI ’95 (sekarang di Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Kementerian ESDM), saya yg Ketua HMS sbnrnya sudah habis jabatan tapi belum ada pemilu baru krn pada sibuk heuheue.

Satgas bersama FKHJ sempat ngadain aksi besar juga di deket Kolam Indonesia Tenggelam dengan rapat bermalam2x sampai pagi, karena masih ragu2x akhirnya pernyataan yg keluar adalah Tidak Percaya lagi dgn Kepemimpinan Soeharto, tapi belum berani bilang turunkan Soeharto hueheuue, sempet ada wartawan yg nanya tentang itu masalahnya.

Tersiar kabar akan demo besar tgl 20 Mei sekalian Hari Kebangkitan Nasional dengan Amien Rais di DPR yg sudah diduduki mahasiswa, anak-anak ITB pengen berangkat juga, tapi karena bawa massa jadi diskusi dan perencanaanya lama banget.

Saya berlima, teman-teman Boulevard, Bimo MS, Trias SI, Atis FT dan temen yang lain akhirnya berangkat duluan ke Jakarta tanggal 20 malam atau subuh ya, naik KA, nyampe jakarta masih gelap, langsung ke gedung DPR sudah dikepung tentara kita ga bisa masuk, pagi itu ada kemungkinan kalau tentara masuk memaksa mahasiswa keluar bisa tumpah darah lagi.

Akhirnya dari gedung DPR jalan ke gedung JDC di Slipi, Sekretariat IA-ITB Jakarta disitu, istirahat, tidur, hari yang sama Soeharto mengundurkan diri dan kita balik ke gedung DPR lagi disambung hangat walau pada bingung ini pendudukan dan demonya tetep jalan atau gimana ya heuheueuhe.

The rest is history.

Informasi tambahan lain tentang Mei 1998:

Weekend di The Papandayan

Kalau hujan hanyalah tetesan air, maka kenapa dia mengubah perasaaan begitu dalam?

Mungkin bukan airnya, tapi payung-payung dan genangan air yang muncul tiba-tiba, membuat kita harus melompat. Mungkin bukan lompatannya, tapi kaki yang basah dan cipratan air yang mendinginkan hati.

Dimana tempat parkir yang kosong di hotel ini, oh itu aku sudah melewatkannya, kita harus berbalik kembali sayang. Aku suka berada di mobil saat hujan turun, kering dibalik jendela, seperti menonton sebuah acara realiti tivi.

Mari kedatangan kita sudah ditunggu, sayang. Aku membuka payung, menggandeng tangannya, mengarahkan jalannya agar tidak terlalu jauh dari payung yang kupegang.

Aku melihat ke atas, kau lihat itu sayang? Langit Bandung yang abu-abu, dengan awan yang tidak mau hilang. Dengan awan yang tidak mau berganti.

Handphone-ku bergetar kembali. “Sudah sampai dimana Pak?” tertulis dalam pesan yang masuk. Sudah sampai di lobby jawabku dalam hati, aku tidak perlu menjawabnya lagi, kita sudah sampai disini, dan kehadiranku akan menjawab pertanyaan itu dengan sendirinya.

Bandung, menghadirkan kenangan, kamu tidak pernah benar-benar meninggalkannya. Dia merampas sebagian dirimu dan menjebaknya. Membuatmu jadi bagian dari dirinya.

Tujuh juta orang tinggal di kota yang dulunya danau kuno ini, dikurung oleh pegunungan, kota terbesar ke-3 di Indonesia, 768 m diatas permukaan laut, didirikan oleh bos perkebunan Belanda, dipersamakan dengan kota Paris di Jawa. Dengan kata lain, inilah dia, rumah.

Adalah kelembutan di telapak kaki dari permadani yang tebal yang mengingatkanku lagi. Aku pernah berada di hotel ini.

“Selamat datang Pak di The Papandayan Hotel“, terima kasih, aku menjawab dengan tersenyum. Lihat sayang, kita sudah sampai.

The Papandayan Hotel adalah salah satu hotel bintang 5 di Bandung yang menawarkan kenyamanan dan keramahan, dan baru selesai di renovasi. Bapak bisa tunggu sebentar di sini, kami akan ambilkan kunci kamar Bapak.

Kau dengar sayang? Mereka akan mengambilkan kunci kamar kita.

“Bapak hanya berdua?” aku tidak menjawab pertanyaan itu. Kita hanya berdua sayang? Kamu mengangguk dan menggeleng. Pilih salah satu.

Hujan belum berhenti. Hanya guruh dan guntur yang sudah berkurang.

Mari kita langsung naik ke lantai 5 saja Pak, ada Executive Lounge di sana, dan kamar Bapak pun sedang kami siapkan di lantai 5, Executive Floor.

“Hotelnya bagus” aku pun berkata sambil kami berjalan. “Renovasinya sudah selesai ya?”, aku melanjutkan sambil melirik mencari-cari kamu, kemana kamu sayang?

Iya pak, sekarang sudah lengkap. Yang istimewa juga di The Papandayan adalah Cantigi Fine Dining, restoran yang menyajikan konsep Fine Dining, satu-satunya di Bandung. Selain fasilitas lain tentunya.

Terima kasih. Rasanya kami akan baik-baik di sini.

Hujan sudah berhenti, masihkah baunya sama ketika hujan berhenti? Bau asap basah dan rumput. Bau kenangan yang bersembunyi.

Silahkan pak, ini kamarnya, Executive Suite, kamar tidur dengan king size bed, dengan ruang tengah yang juga ada tivinya. Dua tivi, dua kamar mandi. Dan untuk Bapak kami bukakan juga connecting room dengan twin bed, jadi total ada 3 ruangan di Executive Suite ini yang bapak bisa gunakan.

Semuanya tampak nyaman ya kan sayang? Elegan, nyaman dengan sentuhan kemewahan. Rasanya kami akan baik-baik di sini.

Perfect room for perfect weekend. Salahkah kita sayang kalau kita tidak pernah keluar lagi dari kamar ini? Meninggalkan dunia, meninggalkan hujan. Bersembunyi dari daunnya yang basah dan mahkotanya yang berduri.

Maukah kamu sayang?

“Bapak hanya berdua?” kembali pertanyaan itu lagi.

Aku mengambil key card dari tangannya dan berbalik melihat cermin.

Melihat wajahku di situ, melihat kamu sayang, melihat wajahmu yang tersenyum, maka aku pun menjawab.

Tidak kami bertiga, ada yang masih kami tunggu. Aku pun tersenyum. Hujan sudah berhenti.

Kamu memandangku dan matamu pun kini tersenyum dan berkata: “Iya kami selalu bertiga. Papa, Mama dan Gaga, kita kan bertiga terus ya Pa? 😀

 


Beberapa weekend yang lalu, atas undangan The Papandayan Hotel Bandung, gue, Nita dan Gaga sempat merasakan tinggal di hotel tersebut, setelah tinggal di sana gue bisa bilang it is highly recommended to stay there untuk kamu yang ingin merasakan sesuatu yang berbeda di Bandung. 😀

Info lengkapnya:

The Papandayan Hotel