Trust but verify

Percaya, pada prinsipnya, tapi ditelusuri, dikawal, kalau bahasanya kawan-kawan sampai betul-betul kejadian dan jadi kenyataan.

Frase, “Trust, but verify” ini dipopulerkan oleh Ronald Reagan di tahun 1980an dalam negosiasi dan diskusi soal nuklir dengan Soviet Union, di jaman itu.

Asalnya? Justru dari bahasa Rusia, Doveryai, no proveryai (Russian: ???????, ?? ????????), artinya ya diatas tadi, pada dasarnya kita percaya, tapi apa artinya percaya kalau kenyataan bisa bicara lain.

Kita percaya Jokowi punya judgement dan komitmen untuk membawa Indonesia terus maju, bersama-sama, adil untuk semua pihak.

Itu berarti apapun konsekwensi politik, apapun kompromi yang harus dilakukan, kepentingan utama tidak boleh jadi korban. Trust, but verify.

Itu berarti komitmen pada pemberantasan korupsi, hak-hak masyarakat sipil, penggunaan sumber daya alam, kebebasan berbicara, sistem demokrasi dan rasa keadilan publik jangan pernah mundur, apalagi berbalik. Trust, but verify.

Itu berarti juga melihat bahwa ada rasa yang mengganggu dan kekhawatiran akan kuasa yang semena, yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena untuk apa berpanas-panas di jalan kalau bukan karena peduli? Trust, but verify.

Karena ada yang bersorak senang kalau negara ini gaduh, karena ada yang tertawa-tawa kalau ada korban yang jatuh, karena ada yang bernafsu kalau pemerintah gagal dan mengaduh.

Jangan jadi bodoh karena takut, jangan setia karena ikut-ikut. Trust, but verify.

Setelah 25 Tahun Kemudian – Reuni Perak ITB 94 – #94nesha

Tulisan ini dipostingkan di Facebook dan dibacakan di malam Reuni 25 Tahun ITB Angkatan 1994, 6 July 2019

Setelah 25 tahun yang lalu angkatan 94 ITB berbaris bersama memasuki kampus ganesha, di Sabtu ini, 6 Juli 2019, angkatan ini akan kembali ke kampus yang sama, menelusuri jejak langkah yang sama, melewati gerbang yang sama yang pernah kita lalui 25 tahun yang lalu.

Bedanya adalah, 25 tahun yang lalu, kita melewati gerbang ini sebagai anak-anak baru gede, cowok-cowok, cewek-cewek lulusan dari berbagai SMA di berbagai penjuru Indonesia.

Datang dengan pipi yang masih segar, mata yang masih muda, kepala dan hati penuh harapan dan antisipasi akan sebuah kehidupan yang akan kita mulai, salah satunya dari kampus ini.

Banyak kita yang harus pergi meninggalkan rumah orang tua kita hari itu, ratusan kilometer dari apa yang kita tahu, sebagian lagi harus menempuh beberapa kilometer saja, masih dalam kota yang sama

Berbeda-beda tapi sama. Banyak tapi satu. Sendiri-sendiri dan sebagai sebuah angkatan.

25 tahun adalah waktu yang lama, waktu yang cukup untuk menjadi sebuah kehidupan, memiliki bagian awal, tengah dan akhir.

25 tahun adalah sebuah generasi yang lahir dan melahirkan – di mana kita, angkatan 94 ada di dalamnya.

25 tahun kemudian, hari ini kita akan bertemu lagi, di tempat yang sama yang dulu menyatukan kita.

Kita adalah sebuah generasi yang dulu pernah dilahirkan dalam kehangatan timbunan pasir bersama ratusan bayi lainnya. Menetas karena sudah saatnya, merangkak, satu sirip demi sirip, satu centimeter demi satu centimeter, menjangkau ombak yang pecah, menunjukkan arah menuju ke lautan lepas.

Mengambang terombang-ambing gelombang yang menghantam tidak pernah berhenti, megap-megap mencari udara, menghindari para pemangsa, menuju samudra, mencari arah kita masing-masing.

Dan sambil kita berenang, sambil kita mengarungi dunia, kita pun tumbuh besar, makin kuat, dengan kulit yang menebal, hati yang lebih tegar dan mata yang lebih skeptis.

Sebagian dari kita berenang bersama, sebagian lagi berenang berdua. Beberapa hidup berdekatan, beberapa lagi berenang begitu jauh sehingga jarang kita dengar beritanya.

Setelah 25 tahun, kami kini kembali. Sirip kami mendayung mengembalikan kami ke pantai yang sama di mana kami menetas dan memulai perjalanan ini.

Perjalanan kami ini belum selesai, tapi setelah 25 tahun, bolehlah kini kami mengambil jeda sejenak.

Melihat sudah berapa jauh kami berjalan, apa saja yang sudah kami lakukan, menarik nafas, melepas lelah, untuk merencanakan perjalanan kami berikutnya, 25 tahun lagi ke depan.

Setelah 25 tahun, kami kini kembali untuk mengenang dan menghirup udara di tempat yang sama. Tempat ini tetap akan sama, tapi kini kami yang sudah berubah.

Kami sudah bukan anak-anak cowok dan cewek penuh harapan, paling tahu dan tidak terkalahkan. Kami kini sudah menjadi orang tua, sudah menjadi keluarga-keluarga, sudah menetaskan bayi-bayi kami sendiri.

Kami kini sudah 10 sampai 20 kilogram lebih berat (atau bahkan lebih), rambut kami sudah memutih, menipis atau bahkan sudah hilang.

Kami sudah menggantikan semangat penuh antisipasi menaklukkan dunia, dengan pengetahuan yang lebih realistis tentang bagaimana dunia bekerja dan keterbatasan kami di dalamnya.

Setiap kita memiliki dua usia, usia kita yang sesungguhnya dan usia dalam diri kita yang masih merasa sama seperti 25 tahun yang lalu saat kita datang di tempat ini bersama. Hari ini kita, sekali dalam 25 tahun ini boleh merasa seperti dulu lagi.

Melewati gerbang yang sama, memasuki pantai dan mencari wajah-wajah familiar yang dulu kita pernah kenal. Mengenang hal-hal bodoh penuh kenangan yang dulu pernah kita lakukan. Merajut lagi hubungan yang mungkin pernah hilang. Menemukan hubungan yang dulu tidak terjadi dan kini kembali. Menguatkan ikatan yang sudah pernah menyimpul dan kini membuatnya bermakna lagi.

Reuni adalah sebuah momen untuk bersyukur dan berterima kasih atas semua yang sudah kita punya, kita lewati dan kita alami, sendiri dan bersama-sama, sambil mengingat teman-teman kita yang sudah mendahului kita dan teman-teman lain yang masih kekurangan dan mungkin dalam kondisi yang tidak sesehat kita, atau tidak seberuntung kita.

Selamat kembali teman-teman. Selamat menemukan angkatan kita lagi. Selamat menemukan pantai yang dulu, tempat perjalanan kita ini bermula!

Salaman Asian Games 2018

Enda Nasution - Jokowi - Asian Games 2018Tahun nya, tahun 1962, Presiden nya Soekarno, Asian Games nya, adalah event yang baru ke 4 kali nya. Dan tuan rumah nya adalah Indonesia.

Negara yang baru merdeka 17 tahun ini waktu itu berani berkiprah di kelas Asia. 17 negara ikut berpartisipasi dan 1,460 atlit berkompetisi.

Sejak itu, 56 tahun kemudian, Indonesia mengalaminya masa naik dan turun, pasang dan surut, gelap dan penuh harapan, ga ada yang menyangsikan bahwa kita adalah bangsa yang besar, secara harfiah maupun kiasan, tapi seringkali kita lupa.

Kita kadang sibuk sendiri, sibuk dengan masalah sendiri, padahal dunia melihat kita, mencontoh kita.

Tahun ini, 2018, presiden nya Jokowi, Asian Games akan kembali ke Indonesia, akan ada 45 negara dan 15,000 atlit yang berpartisipasi.

Ada 3 maskot #asiangames2018 nanti.

Ada BHIN BHIN seekor burung Cendrawasih (Paradisaea Apoda) artinya strategi, mengenakan rompi dengan motif Asmat dari Papua.

Ada juga ATUNG seekor Rusa Bawean (Hyelaphus Kuhlii) mewakili kecepatan, memakai sarung dengan motif Tumpal dari Jakarta.

Dan ada juga KAKA seekor Badak Bercula Satu (Rhinoceros Sondaicus) melambangkan kekuatan, memakai pakaian tradisional dengan motif bunga khas Palembang.

Indonesia akan kembali jadi sorotan dunia. Tapi kali ini, kita bukan hanya harus membuktikan, bahwa kita sekelas raksasa-raksasa Asia lainnya ke seluruh Asia, kita harus juga bisa membuktikan pada, diri kita sendiri, pada orang Indonesia sendiri, bahwa kita memang siap kembali lagi ke panggung internasional!

Oya, selain 3 maskot itu, ada dua orang lagi di foto, yang sedang salaman itu Pak Presiden Jokowi, dan satunya itu lagi saya.

Dan nama 3 maskot tadi kalau digabung jadi apa? (tahu ga? ehuehuehue)

#SukseskanAsianGames2018