Tentang siap dan belum siap

com.jpgPercakapan ini muncul pas makan siang hari ini sama *temen kantor* gue yang orang India. Dia baru bilang ama gue kalo istrinya (orang thai) hamil, sudah satu bulan dan cuma 3 orang di kantor yang tau sampai sekarang.
_”This is great!” I said_. πŸ˜€
Dia dan gue, baru gue sadari ternyata cukup deket. Ini di dorong karena sama-sama orang asing yang kerja di *Bangkok*, sama-sama seumuran, udah nikah, sama-sama suka film, buku, koleksi DVD dan juga temen yang minimal bisa saling ngobrol pake bahasa inggris (orang thai parah bhs inggrisnya), kita jadinya selalu *makan siang bareng* dan kadang pulang bareng, dan hari ini dia bilang ama gue kalo dia bakal jadi seorang *ayah*. _Wow, you will be a grown up_, kata gue ama dia. Dan kita senyum-senyum berdua jadinya.
Terus dia cerita tentang bahwa mereka berdua didorong-dorong terus buat punya anak, adik istrinya dah punya anak, dan adiknya dia juga baru melahirkan awal tahun ini. Istrinya lebih tua daripada dia, jadi _it seems like a good idea_ kalo mereka punya anak juga, dia bilang dia ga tau apa dia *siap atau ga* ama tanggung jawab ini dan kita masuk ke pembicaraan tentang *kesiapan*.
Lucu juga, gua bilang, bahwa setelah dipikir-pikir kita *tidak akan pernah siap* untuk ngerjain apapun.
_Most of the time_, ketika seseorang beralasan *”belum siap”* maka apa yang dimaksudkan oleh dia adalah bahwa dia *”belum mau”*.
Gue _belum siap_ tunangan, _belum siap_ hidup sendiri, _belum siap_ nikah, _belum siap_ punya anak, _belum siap_ naik haji.
Kita selalu _belum siap_, dan menarik menyadari kenyataan bahwa ketika kita bicara tentang sebuah *tanggung jawab*, sebuah *komitmen*, kita tahu bahwa kita _*tidak akan pernah*_ siap.
_You will never 100% ready to do anything, you just do it._
Ini tentu mirip dengan cara khas berpikir kita ([_…ah gimana nanti aja_]) dan diluar cara berpikir logis rata-rata orang barat yang ingin segala sesuatu jelas dulu sebelum berkomitmen.
Lucunya (banyak hal lucu di posting kali ini), kalo kamu perhatiin buku, film dan lain-lain (yang notabene dari barat) tentang masalah “kesiapan” ini, maka kamu akan sadari bahwa *buat mereka juga*, predikat siap adalah sesuatu yang *tidak dicapai* tapi *ditemukan*.
Seorang *Hugh Grant* di sebuah film komedi romantis tidak secara sistematis merencanakan diri agar siap, *kesiapan itu datang seketika*, seperti sebuah kesadaran baru, siap karenanya seperti sesuatu yg hilang dan kemudian ditemukan…
*_IS THIS A GUY THING?_* πŸ˜€
Apakah ada bagian otak di tubuh cowok-cowok yang berfungsi untuk mengingatkan bahwa *KITA* selalu tidak siap untuk menerima *komitmen*. Ketika ada komitmen datang maka reaksi kita pertama kali adalah *”Woow! Bentar dulu, gue belum siap…”*
Kalo itu benar, maka apa yang terjadi pada cowok-cowok yang *menerima* komitmen, apa bagian otak anti siap ditubuhnya tidak berfungsi atau sudah secara medis dibuang? Atau mereka hanya *tidak menggunakan* bagian otak tersebut.
Mungkin perlu ada sebuah *riset* untuk menyelesaikan masalah ini, mungkin faktor dan tingkat ketidaksiapan setiap orang berbeda dan karena perlu ada *tabel konversi* untuk menyamaratakan tingkat kesiapan tersebut. Mungkin perlu ada *panduan* bagaimana supaya kita tidak takut untuk bisa siap.
_Wait, wait.._ apakah ketidaksiapan ini ada hubungannya dengan rasa takut? Apakah *belum siap = belum mau = takut*?
Kayaknya perlu kita diskusikan sama-sama permsalahan ini, kita cari titik terangnya sampai ketemu. Kita gali sumber permasalahan ini, kita harus temukan jawaban dari misteri sikap belum siap ini.
Ok deh, bagaimana kalo kita sama-sama janji cari penyelesaian masalah sampai keakar-akarnya. Gimana setuju?
_*Wooow wooow siapa yang setuju? Bentar dulu.. gue belum siap…*_

45 thoughts on “Tentang siap dan belum siap”

  1. siap ga siap..
    hmmm..
    why?
    be.. cau.. se..
    disaat persaan itu hadir.. terjadi pertentangan antara hati dan pikiran.. yang menyebabkan keraguan..
    so..
    jangan gunakan kebodohan gunakanlah instinct anda..
    why..?
    be.. cau.. se..!
    semua terjadi karena kebodohan.. siapa yang bertanggung jawab atas kebodohan..
    ho..?
    pikiran..
    why..?
    karena pikiran selalu berubah2 tergantung waktu dan keadaan..
    and.. how..?
    gunakan instinct anda.. gunakan hati anda.. karena ia tdk akan perna beruba jika ia telah memilih sesuatu..
    so..!
    jangan kelamaan mikir..
    nyosor aja terus..
    sodok terus..
    ngapain takut ma hidup..
    be.. cau.. se.!
    banyak orang yang berhasil itu karena keyakinan dihati mereka dan bukan karena kepintaran pikiran mereka..
    nah.. ngertikan.. pake ini aja de..
    “jadikan hatimu penunjuk arah mu dan tutup saja mata itu”

  2. siap ga siap ga ada urusan..
    pokoknya..
    seperti ibu guru bilang..
    siap ga siap kumpul..

  3. Umur saya kan sekarang udah 21th dan aku belum punya pacar dan aku ini memilih teman saya Rini Pratiwi tamatan sma lb/c dan aku ini mau menikah dengannya . My dearest love Rini a love you and have a child! πŸ™‚ .

  4. “semua siaaap ? yang dipojokaaan ? ayo mari kita bergoyang bersama kak rhoma !”
    “siaaaap !”

  5. I don’t think it’s a guy thing. Tapi saya sih setuju kalau dibilang belum siap = belum mau = takut. Kayaknya Itu bagian dari self-defensenya manusia. Manusia maunya selalu hidup bahagia. kalau hidup sekarang sudah cukup nyaman, kenapa harus dibikin ruwet dengan perkawinan? Tapi kebanyakan orang akhirnya berani juga buat ninggalin comfort zone-nya karena kawin mungkin susah, tapi ngga kawin juga belum tentu ngga susah. Take a chance, you might get some happiness. If not, at least you got a free, non-adulterous sex, right? πŸ™‚

  6. Waduh! gimana ya… sebenernya aku belum siap neh ngasih comment, tapi aku coba aja deh, masalah hasil gimana nanti, yang penting I do my best aja dech. Is that right?! (oh ya… kayaknya aku tmsk yang 6%: meninggalkan “jejak” sebagai tanda kehadiran)

  7. it’s absolutely not a guy thing, nda… gak ada hubungannya whether you are male or female…sumpe deh…buktinya cewe gw sampe detik ini masih belom siap gw ajak kawin, alasannya krn belum yakin klo gw adalah “lelaki pilihannya”…so, menurut gw kayaknya kesiapan itu lebih karena bgmn reaksi kimia hormon-hormon kita bekerja yang kemudian menghasilkan berbagai kejutan-kejutan listrik di neuron-neuron otak kita yang akhirnya akan menelurkan pemikiran- pemikiran yang terakumulasi menjadi sebuah sikap kita memandang suatu permasalahan… kesimpulannya, kapan gw kawinnya neeeh!?!?!?!

  8. hmmm…
    ada hal yang menarik dari sikap siap atau tidak siap ini, terutama yang saya dapat dari pikiran bule-bule, terutama lagi soal nikah dan punya anak.
    Mereka bisa siap punya anak, tapi nggak siap untuk berkomitmen menikah.Lha?
    Hehehe…
    saya sendiri pusing, nggak ngerti, tapi setelah saya lihat lagi, ada beberapa hal yang menurut mereka masuk akal.
    1. Menikah itu urusannya sangat kental dengan agama, sementara bule lebih banyak yang sekuler. Agama menurut mereka adalah cara untuk mengatur kehidupan supaya tidak kacau, nah… sistem hidup mereka (setidaknya menurut orang yang saya ‘wawancarai’)sudah cukup baik meski tanpa agama. Jadi buat apa lagi beragama? Ujungnya, buat apa harus menikah?
    2. Negara mereka sudah punya jaminan yang baik untuk anak-anak. Tidak ada istilah anak haram, karena anak mah nggak pernah salah dong… Nggak kayak di kita, ada istilah anak haram yang menyebabkan hidup mereka di kemudian hari terlantar lantaran tidak bisa punya ktp, dan bla bla bla…
    Nah… siap untuk komitmen? Harus siap dengan segala konsekuensi… Satu lagi, harus antisipatif, kayaknya itu saja…
    Nyambung nggak sih? hihihi…

  9. just do it, kata mba nike bilang πŸ™‚
    anything that “goes terribly wrong afterward” is a lesson to be learn…

  10. I don’t think it’s a guy thing… karena aku lebih sering ngerasain “gak siap” dalam menentukan arah hubungan cinta gue, dibandingkan dengan cowok gue… =P

  11. wah susah juga ya…padahal hidup ini dipenuhi ama pilihan…setiap detik kita pasti disuruh memilih…jadi ketidaksiapan itu sebenernya karena kita memilih tetap berada di comfort zone…kalo gw masih merasa nyaman dengan status gw sekarang, kenapa harus berubah??…

  12. gak usah cowok deh, gw mewakili cewek aja nggak ngerasa siap secepat itu (biarpun seperti kebanyakan, gw dan teman-teman gw kebanyakan sudah berpikir untuk mempunyai anak, di usia sedini ini!) banyak yang perlu dipikirin. namanya juga membuat sebuah komitmen, keputusan yang bisa merubah hidup lo. sekali lagi: MERUBAH hidup lo.

  13. apa ya? eh, gw belum siap ditinggal pergi ma doneeh… link manager gw disono soalnye.. kagak bisa blogwalking.. [sama aja boong sihh.. blogspot juga kagak bisa dibuka di sini…hiks..]

  14. hajar aja bleh… sikat… kagak usah pake siap ga siap… ntar juga siap sendiri πŸ˜‰ kikikikikiikikk

  15. Haluu Enda,sdh lama ya gak nganjang nih. Kata Hersey & Blanchard kesiapan (readiness)tda 2 komponen yi,kemampuan (ability)yg mrpk knowledge, experience, skill that an individual brings to a particular task or activity dan kemauan (willingness)yg mrpk individual confident,commitment, and motivation to accomplish a specific task. Kontinum dr readiness ini dibagi dlm 4 level yi,
    R1-tdk mampu&tdk mau (unable&unwilling or insecure).
    R2-tdk mampu tapi mau (unable but willing or confident).
    R3-mampu tapi tdk mau (able but unwilling or insecure).
    R4-mau dan mampu (able&willing or confident).
    Naah krn kesiapan ini sll mengacu pd specific task, unt urusan per-blog-an so pasti Enda@Nita sdh berada di level R4-but unt urusan produksi bayi sangat boleh jadi both of u ada pd level R3 or bahkan R1? Ha3…tp tenang saja kesiapan bisa di kembangkan kok, caranya? Tunggu sesi berikutnya….salam!

  16. aduh jangankan siap… istirahat di tempat aja males. gimana kalo kita bubar jalan aja. saya pengen duduk2 di bawah pohon sambil makan es. πŸ˜€

  17. dari pada ngomong belum siap, bilang aja belum mau gitu….susah bener sih ngomong kaya gitu aja….:P, bener teu kang?

  18. ini yang hamil istrinya TEMEN KANTOR loe kan??? YAKIN kan??? *sambil megangin Nita nyari temen*

  19. *nukew*, cowo jangan dicari tau kesiapannya, nanti juga siap sendiri πŸ˜€

    *wib*, kesimpulannya adalah, jadilah simple X dan jangan dengarkan terlalu banyak orang, maka kamu akan siap selalu hehe. btw gimana bahasannya antara pengen dan siap? _mereka yang siap tidak pasti pengen, dan mereka yang pengen belum tentu siap?_ πŸ˜€

    hekhke.. jawaban tegas dari *gombang* akan ketidaksiapannya menghadapi hal yg dia belum tau πŸ˜€

    hi *sa*, dari diskusi kemarin, ternyata variabelnya nambah satu, *siap*, *mau* dan *pengen*, masing2x adalah konstrain yg berhubungan tapi tidak selalu sejalan πŸ˜€ waaa.. kopdar euy πŸ˜€

    *atta*, liat-liat makanya kalo jalan, jangna suka nabrak tembok hihkhkhi πŸ˜€

    *roi*, _the flow_ pan bahasa lainnya menstruasi yah? (kata SATC hihi)

    *nari*, sepakat, masalahnya adalah “siap” disini bukan bener2x ttg “siap” tapi “siap” sebagai alasan, padahal sih emang ga pengen. πŸ˜€

    *echa*, iyah ini mohon maap layoutnya masih IE sentris hehehe (wah dimarahin om boy avianto nih gue bisa2x)

    *ucok*, jadi menurut elo kawin itu punya konsekwensi fatal ya? hkehekek

    ah benul *om boy*, gue rasa elu telah menelurkan sebuah paradox baru yg akan gue kasih nama _avianto’s law_ bersanding dengar _murphy’s law_, yaitu: _never be ready and you will be ready for anything_ πŸ˜€

    *son*, jujur dia euy πŸ˜€

    ah nasihat yg berharga dari *om yudha* πŸ™‚

    *erly*, ini pan sebenernya postingan buat elu ly yang katanya udah “SIAP!” dan udah siap-siap huehekheke πŸ˜€

  20. walaupun tergantung pd pribadi orang, Teuteup … jika kita mempersiapkan sebelumnya pasti gak bakalan kaget sekali (takut ?), terutama jika terjadi hal yang paling buruk.
    *Jadi inget waktu nerima keputusan dokter waktu si kecil lahir :)*

  21. intinya, jangan siap2… soalnya biar gimana juga gak bakal siap..
    come what may aja lah, life is a mystery to lived in, not a problem to be solved =)

  22. Masalah siap atau ngga kalo menurut gw tergantung pada konsekwensi dari keputusan yang akan diambil. Bukan soal nyali (baca:takut atau tidaknya). Kalau keputusan yang akan diambil tidak berkonsekwensi fatal,maka standar tingkat kesiapan mungkin jadi lebih ringan.
    Jadi standar kesiapan menerima komitmen juga tergantung cara org ngeliat komitmen tadi. Kalo dianggap sakral (once in a life time), ya standar tingkat kesiapannya pun jadi lebih tinggi.
    Kecuali bila sebuah komitmen dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan bisa dikaji ulang on-yearly basis, atau bila yang ditanya adalah seorang militer yang selalu tanpa berpikir panjang menjawab :“Siap! Laksanakan! πŸ™‚

  23. kayak aku ajah…belum siap buat kerja…one of the reasons why i still study, krn aku pikir belum siap utk kerja…tapi kalo ditilik lagi, jadi mikir lagi,’belum siap apa nggak mau?’ πŸ˜€ [btw nda, kalo di firefox layout kamu aneh, coba deh sekali-kali buka ini layout make firefox πŸ˜‰ ]

  24. hmm.. kalo soal komitmen in a relationship sih, biasanya cowok sering berpikir rada lambat sementara cewek berpikir kecepetan, that “women fancy admiration means more than it does” hehehhe. well, ok, tapi mungkin itu tadi satu case-specific aja…
    as for readiness in general; daripada kita mikir untuk selalu mempersiapkan diri sebelum mencoba gimana, kita kan malah jadi nambah beban sendiri, malah jadi takut sendiri tuh soo.. gimana kalo instead kita meninggi2kan bukit yang mo kita tanjaki, kita langsung naikin aja bukit itu?
    in short: take life as it comes, ya jalanin ajah..
    (insert to intro ‘ain’t no mountain high’-nya marvin gaye – tammy faye) πŸ˜€

  25. *huhuhuhu… u can read my mind* kaya’ nabrak tembok pas baca postingan ini. jedarrr πŸ˜€
    btw yang pasti gue belum siap kalo gak nemuin postingan baru di tempat ini. keep writing ya nda.

  26. Gua belum siap, dan kalaupun gua sudah siap, gua belum mau πŸ˜›
    Oh ya, emang siap buat ngapain sih?

  27. Nyoba ngebahas nda, siap atau tidaknya X untuk melakukan Y (ganti Y dengan merried, punya anak, naik haji etc), mungkin tergantung dengan bayangan X tentang Y.
    Bayangan2 ini nanti yg menentukan X bakal takut atau ngga, terus takut apa ngga ini menentukan nantinya X ngerasa siap apa ngga.
    Kayanya perlu memanage bayangan ttg Y ini, kalo mau menentukan hasil akhir siap/ngga. Mendingan sesuaikan selera X aja, gak harus membikin rumit masalah :).
    Kalo si X perfectionis, atau punya banyak imajinasi, dia bisa punya segudang prerequisite yg harus dipenuhi untuk bisa melakukan Y, bayangan tentang Y jadi sangat complicated. Ujung-ujungnya sulit untuk ngerasa siap.
    Kalo X simple-simple aja, bayangannya tentang Y juga simple. Akhirnya walaupun kata org lain X tidak siap, tapi dia merasa siap-siap aja :D.
    Kadang yg bikin pusing itu bayangan org lain yg mempengaruhi X, menambah list prerequisite atau syarat-syarat yg sebenernya gak harus sama buat semua org.

  28. trus gmn dunk cara nyari tau klo cowo itu udah siap untuk berkomitmen?
    trus klo pacaran dan si cewe udah serius tp cowonya blom siap.. apa harus putus dan nyari cowo laen?
    soal menikah dan punya anak kan klo cewe “dikejar” umur :p

  29. Inget gak pas ngospek gue dulu? Siap gak siap ya jalanin. That’s life Igues, Nda. U just do it. Memang pertimbangan matematis such as finance akan selalu harus diberesi dulu. Tapi terkadang dgn nikah, kita jadi nabung. Gua aja dulu bikin buku krn pengen bisa punya tabungan kalo udah nikah. Masalah apakah gua siap nikahnya malah gak pernah kepikiran ama gua. ya jalnin ajah. U see?

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.