To open or not to open – Indonesia Open 2010

oldman.jpg
Sports is human life in microcosm. ~Howard Cosell

Dia berjalan tertatih-tatih dengan langkah-langkah cepat.

Badannya seperti meluncur diatas aspal panas, sesekali terlindung bayangan pohon yang sudah meninggi.

Mulutnya menganga, memintaku berhenti dari kesibukan.

Mimiknya seperti sang jagoan di akhir film perang vietnam, ketika sadar bahwa helikopter penyelamat sudah meninggalkannnya. Rambut terayun tertiup angin, jatuh karena beban keringat.

Hanya matanya meninggalkan sedikit petunjuk, sedikit harapan terakhir ketika helikopter tersebut akan kembali lagi, sebelum pasukan yang mengejarnya sampai, atau sebelum ada satu peluru yang mengenai badannya.

Dia berjalan tertatih-tatih tapi dengan pasti. Tanggannya terangkat menyapa. Aku berhenti.

Dia berdiri di depanku, bayangannya jatuh jauh tertinggal di gedung belakang. Bersama keramaian.

Bulu matanya bergerak membuka kenangan. Mencari-cari informasi di belakang kepalaku, tentang hari yang sudah lalu, tentang tahun yang sudah terlewat, tentang dekade yang sudah hangus.

Keringatnya jatuh ke aspal, menembus lapisan-lapisan pengerasan dan bersatu dengan air tanah. Kembali ke bumi pertiwi. Ke kedamaian.

Apa yang ingin kau sampaikan pak tua, lidahku berucap di dalam hati, tak tega (atau tak berani) mengucapkannya, mengotori udara.

Aku berharap dia akan bicara duluan.

Lalu seperti sebuah orkestra selantunan suara keluar dari tenggorokannya. Jakunnya menelan ludah mengambil ancang-ancang.

Suara itu datang jauh di dari dalam dirinya. Menghempas seperti ombak menghajar bumi menjadikannya jutaan butir pasir. Mengotor giginya, terdorong oleh lidahnya, dibasahi oleh langit-langit mulutnya.

Lubang hidungnya mengempis, menyedot udara dan mengembang dalam satu tarikan. Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan menarik napas.

Rangkaian huruf dengan arti yang menjadi kata dengan makna sampai ke kupingku. Ditangkap dalam gelombang gas yang menggelitik bulu-bulu dalam membrane pendengeranku.

Apa yang kau bilang pak tua? Apa yang ingin kau sampaikan?

Sampaikan pak tua! Sampaikan!

Aku siap menerimanya.

Dan seperti caranya berjalan yang tertatih-tatih.

Kata-katanya akhirnya menjadi jelas.

Katakan! Lepaskan!

Aku mendengarmu dengan sepenuh badanku.

Dan ia, dengan mata yang ramah, dan kini dengan senyuman sejuta impian berujar:

Mau beli tiket mas? Masih ada nih. Ayo dukung atlet-atlet Badminton kita di Indonesia Open 2010 ya”
πŸ˜€
_____________________________________
Ayo dukung atlit-atlit Indonesia di **Indonesia Open 2010**, cara paling gampang dengan mendownload aplikasi ponsel di sini Dengan menggunakan aplikasi ponsel ini kamu bisa mendapatkan info ttg pertandingan, hasilnya, berita, gambar, games dll. Dukung atlit Indonesia di Indonesia Open 2010!

Berkah Dunia Maya

20100326_103234_ilustrasi-national2.jpg

Untuk pertama kalinya, jaringan bytes dan kode tidak lagi dingin dan logikal, membawa angka 1 dan 0, tapi juga membawa pikiran, perasaan dan emosi. Mentransfer bukan saja ilmu dan ide tapi juga budaya dan kebijaksanaan.

Internet mempersatukan dan juga menghargai perbedaan. Di Internet tidak ada yang lebih tinggi daripada yang lain. Tidak penting siapa namamu dan dari mana, tapi apa yang sudah kamu kontribusikan pada komunitas dan ide yang kamu lontarkan yang lebih penting.

Untuk pertama kalinya sejak manusia mengenal Internet kita menggunakannya untuk kebutuhan yang lebih manusiawi. Internet bukan sebuah saluran lain saja setelah cetakan, radio dan televisi. Internet juga bukan sekedar pipa yang bisa diisi lagu dan video, mp3 dan unduhan torrent, tapi juga sebuah kesempatan untuk berpartisipasi dalam sebuah percakapan global.

Sebuah undangan untuk proaktif, untuk menentukan arah kehidupan kita sendiri, untuk membuka pikiran dan berinteraksi dengan manusia dan kepercayaan lain yang ada di dunia ini. Yang mungkin berbeda dengan yang kita percayai, yang mungkin berbeda dengan yang ada di sekitar kita.

Sebuah ajakan untuk berdialog, bertukar pendapat, bertemu dengan teman-teman lama dan berkata hai. Bertukar foto bayi dan foto culun saat kita masih SMA. Dan sejak tahun 1997 itulah, dimulai dengan kata “weblog” lahirlah Internet yang baru yang kita kenal berkembang hingga sekarang, orang marketing menyebutnya Web 2.0. Kita menyebutnya “social web”.

Tulisan lengkap “Berkah Dunia Maya” oleh yours trully di Majalah Rolling Stone Indonesia, edisi April 2010 tentang Internet, Social Web, Blog, Kebebasan Berekspresi dan RPM Konten dapat dibaca lengkap di:

Tentang Rivalry

proton-post2.jpgPiring di rak hanya berdenting dengan piring terdekatnya – Nenek Radio Ardiwinata

Nenek almarhum saya dari ibu, yang saya kutip diatas, bukan orang yang sekolahnya tinggi, tapi beliau cukup bijaksana untuk mengetahui bahwa perselisihan dan persaingan, atau rivalry, sering terjadi justru pada orang yang punya hubungan dekat.

Dalam hubungannya dengan nenek, yang dia maksud biasanya adalah diantara anak-anaknya yang ada 12 orang (ibu saya no 10).

Rivalry karenanya sering terjadi antara adik-kakak, sepupu, sehabat dekat, tetangga.

Rivalry bukan saja persaingan karena sekedar bersaing, tapi juga karena banyak persamaan.

Dalam skala yang lebih besar misalnya, rivalry antara SMA 3 dan SMA 5, antar jurusan, antar universitas, antara Yogya dan Solo.

Dan kemudian juga antara Malaysia dan Indonesia?

We share too many things sampai-sampai kita males kalau dibandingkan atau disama-samain.

Rivalry antara Malaysia dan Indonesia ini juga kemudian berbuntut panjang, dari soal “curi-mencuri” hasil kebudayaan dari Batik, lagu Rasa Sayange dll, indon sampai isu pelecehan TKI di Malaysia.

Kita bilang Malaysia kampungan, Malaysia bilang kita miskin.  

Menkominfo Tifatul Sembiring, kita harus belajar dari Malaysia tentang Internet.

Pak Tif lupa Indonesia punya Pesta Blogger yang selalu dibuka oleh Mentri, dari Menkominfo Pak Nuh, Menristek hingga Menkominfo Pak Tif sendiri tahun 2009.

Tanya ke Pemerintah Malaysia apa ada dukungan Kerajaannya pada Blogger di sana?

Tapi kita juga jangan lupa Malaysia punya Multimedia Super Corridor, sebuah National ICT Initiatives, apa pemerintah Indonesia pernah punya program seperti itu?

Malaysia bilang kita Indon, kita bilang Malaysia kuno.

Siapa yang lebih maju, apa ukurannya?

Iri tapi benci, rindu tapi cinta.

Rivalry bisa jadi sesuatu yang sehat, keep us in check, give us fighting spirit. Tapi jadi jelek kalau kemudian jadi kebencian.

Produk-produk Malaysia misalnya, Pom Bensin Petronas di Jakarta, masih saja sepi pengunjung.

Proton, mobil buatan Malaysia, bukan saja masih harus bersaing dengan merek2x mobil yang sudah merajai pasaran, dari sisi teknologi, desain, harga, tapi juga harus melawan stigma Malaysia itu sendiri.

Katakanlah dengan kualitas, harga, support yang sama dengan produk mobil dari negri lain, akankah kamu memilih Proton buat jadi kendaraan sehari-hari kamu?

Apakah kamu akan bangga? Apakah kamu akan malu?

Kalau bangga kenapa? Kalau malu kenapa?

Padahal ada sebuah sudut percakapan yang menarik buat Proton misalnya, untuk angkat bicara di Indonesia.

Khususnya karena keberadaan mereka yang berasal dari Malaysia itu sendiri.

Using the weakness as strentgh, if you can play it right.

Komunikasi Proton perlu diubah sebagai mobil yang paling mengerti orang Indonesia, yang paling depan mendukung Indonesia, yang paling tekun menawarkan persahabatan dengan Indonesia.

Apakah itu dari sisi teknologinya, desainnya, sumber daya manusianya dan sikapnya. Hingga pada satu titik Proton bisa bilang: Proton, kami Indonesia juga!

Hehehe.

Playing the nationalism card seems working for T-Shirt sales, mari kita lihat apakah juga bekerja untuk jualan mobil πŸ˜€

Proton bahkan bisa menjadi duta Malaysia di Indonesia dan menjadi jembatan bagi orang Indonesia dan Malaysia.

Teman-teman seperti Unspun, orang Malaysia yang sudah berpuluh tahun tinggal di Indonesia dan Fairy Mahdzan, MyIndo.com, orang Malaysia yang ngefans berat terhadap all things Indonesia bisa jadi ambassador dan orang yang diajak ngobrol duluan.

The brand will be bigger than just brand, it won’t be about car, but about an Idea of shared cultures, common tribes.

Hingga suatu hari, orang Indonesia juga bisa bangga naik dan punya Proton.

Hingga suatu masa, kita juga bisa bilang, Proton mobilnya Indonesia juga.

Rivalry ga harus selalu jadi masalah, tapi juga bisa jadi berkah.

Nenek saya tau itu, dan kalau almarhumah masih hidup, mungkin saya kebayang dia masih memberikan nasihat yang sama, sambil naik Proton. πŸ˜€