Menjadi Dewasa Bukan Pilihan #LessonLearned2012

2012Things I learned, people I met, stuff I cried on. O, 2012, HAPPY OLD YEAR! –Enda

Banyak orang bilang, memasuki tahun yang baru adalah waktu yang tepat untuk membuat resolusi tahun baru. Semacam janji-janji yang kita niatkan untuk kita lakukan di tahun yang akan kita jalani ini.

Kita beresolusi diantara hujan yang turun, pesta kembang api dan sepiring batagor, atau mungkin semangkuk baso.

Sebagian orang serius dengan resolusi ini, sebagian lagi menganggapnya lebih seperti doa daripada janji. Kalau dikabulkan yang syukur, kalau tidak juga tidak apa-apa.

Tahun ini saya memilih untuk tidak banyak berjanji dan tidak menuliskan resolusi tahun baru, tapi justru mencoba belajar dari tahun yang sudah lewat.

Tahun 2012 adalah tahun yang istimewa buat saya, tahun istimewa lainnya adalah tahun 1995 (baru jadi mahasiswa), 1999 (wisuda, lepas dari kampus), 2000 (pertama kali dapet kerjaan di Jakarta), 2001 (menikah), 2005 (Gaga lahir) dan kini 2012.

Bukannya tahun2x lain tidak ada yang memorable, tapi tahun-tahun inilah yang lumayan membekas dan lebih teringat daripada tahun-tahun yang lain. Dan di bawah ini beberapa hal yang saya ingat dan saya belajar di tahun 2012:

Peran Penting Orang Yang Tidak Kita Suka
Di setiap kumpulan orang, apa itu di kantor, organisasi, di keluarga, kadang ada orang yang posisinya membuat dia tidak disukai karena perannya memang menjadi orang yang tidak disukai. Ini adalah mereka yang biasanya tugasnya meminta laporan keuangan, mengingatkan kita pada kewajiban-kewajiban kecil, meminta detail yang menurut kita tidak penting. Tahun ini saya belajar bahwa peran yang tidak kita sukai ini ternyata penting dan perlu ada. Sebuah kumpulan orang tidak bisa berfungsi tanpa orang yang tidak kita sukai ini. Sebuah kumpulan orang MEMERLUKAN orang yang tidak kita sukai ini. Tidaklah mungkin dalam sebuah kumpulan orang untuk seluruhnya menjadi orang yang disukai semua orang. Someone need to be the bad guy. But who?

Kesucian Tempat Bekerja
Tahun ini saya belajar dan menyadari pentingnya sebuah tempat kerja. Tempat kerja (atau kantor) memisahkan antara dunia luar dengan dunia kerja. Dunia kerja punya maksud dan tujuan, punya aturan dan tata perilaku yang berlaku di tempat kerja. Bekerja di sebuah kantor adalah hal yang tidak natural. Manusia purba tidak pergi ke kantor. Pak tani tidak berangkat ke kantor. Kantor adalah ciptaan manusia baru dan mungkin baru ada sejak tahun 50an. Kalau kamu suka nonton Mad Man, seri televisi tentang advertising agency di tahun 60an, seperti itulah kantor seharusnya. Ada “seragam” khusus untuk ngantor dan peraturan sendiri di kantor.

Dengan pemisahan yang jelas, maka jelas juga bagaimana kita bertindak. Mana yang teman, mana yang kolega. Mana hubungan pertemanan, mana hubungan kerja. The sancity of place of business jadi penting, karena membuat kita jelas berperilaku.

Masuk ke jaman-jaman sekarang, pemisahan itu makin tidak jelas. Tempat kerja makin kasual dan tidak formal. Kantor makin seperti rumah. Dan banyak juga yang memiliki profesi dengan bekerja di rumah.

Sebenarnya sah-sah saja dan enak juga, lebih santai, selama kita tetap sadar kita sedang berada dimana. Kantor kah, atau rumah kah? Dia yang duduk di sebelah sana adalah teman, atau kita punya hubungan kerja profesional dengannya? Tanpa pemisahan yang jelas dengan tanda-tanda yang jelas kita dapat terjebak dalam ketidakjelasan itu.

Kehilangan dan Kematian
Di tahun ini, terutama di penghujung tahun juga ada beberapa kehilangan keluarga dan teman yang duluan meninggalkan alam fisik ini. Ada keluarga yang memang sudah sepuh, ada teman lama yang kena kecelakaan, ada mantan dosen yang mendadak terkena kanker. Semua kematian adalah kejutan. Kita tidak pernah siap untuk mendengarnya. Terutama karena kematian mengingatkan kita akan waktu kita sendiri yang mungkin tiba-tiba dapat berakhir. Terutama karena kita diingatkan pada kesedihan orang-orang terdekat yang ditinggalkan. Proses pemakaman sebuah kematian adalah proses bagi kita yang memakamkan dan bukan untuk orang yang dimakamkan.

Menjadi Dewasa Bukan Pilihan
Bertahun-tahun yang lalu, waktu saya masih berprofesi sebagai Copywriter di Ogilvy & Mather, salah satu kampanye yang kita kerjakan untuk Sampoerna A Mild Bukan Basa Basi adalah rangkaian kata-kata atau kutipan dengan attitude bukan basa basi. Salah satu yang sempat kita luncurkan dan orang masih ingat serta kadang suka dikutip adalah versi yang berkata: Jadi Tua itu Pasti, Jadi Dewasa itu Pilihan.

Tidak terlalu orisinal memang, karena ada beberapa versi lain dengan tema sama yang pada dasarnya mengatakan hal yang sama. Sampai tahun lalu saya masih berpikir apa yang terucap dalam kalimat tersebut betul, baru tahun lalu juga saya menyadari ada kesalahan fatal disitu.

Jadi dewasa itu BUKAN pilihan, jadi dewasa bukan peristiwa yang secara sadar kita ambil, tidak ada tombol jadi dewasa atau tidak, dan tidak ada juga red pill atau blue pill yang ditawarkan Morpheus yang mana kalau kita minum yang red pill maka kita jadi dewasa.

Jadi dewasa adalah kejadian yang terjadi secara gradual, diam diam dan tidak kita sangka-sangka. Dalam kasus saya, saya ngerasa terpaksa harus jadi dewasa, ngerasa harus bersikap dewasa, tidak ada pilihan lain.

Jadi dewasa karenanya bukan pilihan, kamu, saya, kita berproses menjadi dewasa satu langkah demi satu langkah, satu pelajaran demi satu pelajaran, satu kreditan diatas kreditan lainnya, satu tanggung jawab diatas tanggung jawab lainnya, satu kesalahan diatas kesalahan lainnya.

Jadi dewasa, terbalik dari asumsi mayoritas orang adalah by defaultnya. Mayoritas orang adalah mahluk dewasa pada akhirnya. Dan kesempatan untuk nakal, untuk jadi kekanak-kanakan, untuk jadi tidak dewasa adalah kesempatan langka yang harus dicuri setiap kali memungkinkan.

Terakhir
Di alam digital dan media sosial seperti sekarang ini, kadang kita rancu dengan keberadaan teman, mana yang teman beneran, yang teman lama, sahabat, teman di online, teman di facebook, kenalan atau hanya follower misalnya. Satu hal lagi yang saya belajar di tahun 2012, pada akhirnya teman terdekat yang akan selalu ada adalah keluarga di sekeliling kita. Dan saya bersyukur untuk itu, 2012 akan jadi jauh lebih berat lagi tanpa teman hidup untuk berbagi dan sekedar selalu ada, disitu.

Katanya lagi, teman yang baik adalah teman yang kenal siapa diri kita dan tetap menyukai kita, saya bersyukur untuk teman-teman itu.

If you have to make mistake, make excellent mistake kata seorang teman (thanks le!), mistakes, regrets, losing, I did di tahun 2012 ini, tapi di saat yang bersamaan juga datang learned, new trust dan hope.

โ€œNo matter how much suffering you went through, you never wanted to let go of those memoriesโ€, kata Haruki Murakami. Dan rasanya itu yang harus saya lakukan, keep making memories, keep creating something awesome.

Nah sekarang mana sepiring batagornya? Atau mungkin semangkuk baso? ๐Ÿ˜€

17 thoughts on “Menjadi Dewasa Bukan Pilihan #LessonLearned2012”

  1. dewasa dalam balutan anomalis sering menjadi figur yang diburu dan diakui, tetapi kedewasaan sebenarnya bukan bagaimana bisa mengatasi semua masalah dengan bijak, melakukan kebaikan untuk sesama, berpositif thinking terhadap semua hal yang terjadi, berperilaku koheren dengan dinasti keoptimisan, bermimpi untuk menyegerakan suatu kehendak atau melihat hidup dengan lebih sederhana… tetapi bagi saya kedewasaan adalah suatu hal yang harus dilewati dan tidak berhenti pada koridor atau stempel kebaikan, keoptimisan, keharmonisan, kereligiusan…atau apapun sebutan manusia tentang kedewasaan karena dewasa bukanlah pemberhentian atau traffic light karena kedewasaan adalah perjalanan yang harus terus menerus kita lakukan sampai pada persimpangan jalan dimana Alloh yang memutuskan kita akan dibawa kemana….

  2. karena tanggal lahir mas enda sama saya hanya terpaut satu hari (aku 30 juli), jadi ya saya sangat sependapat dengan tulisan mas enda..

    Banyak yg salah kaprah memang mengenai dewasa itu. Contoh nyata ya saya ini. Saya nggak banyak begaul dengan orang. Maklum kerja sendiri di dalam kamar ngerjain vector. Gak banyak bersosialiasi.

    Sewajarnya saya nggak tumbuh dewasa. Tapi kenyataannya saya justru tidak bisa menghindar dari kedewasaan berfikir. Selalu saja ada celah untuk belajar dewasa secara otomatis (atau mungkin secara dipaksa?). Jadi memang dewasa itu tuntutan mungkin ya, bukan pilihan..

    Baiklah mas, nunggu 29 juli ya, nanti saya traktir bakso atau batagor, lalu besoknya gantian saya yg ditraktir gado-hado..

    hahahaha..

  3. “Dan kesempatan untuk nakal, untuk jadi kekanak-kanakan, untuk jadi tidak dewasa adalah kesempatan langka yang harus dicuri setiap kali memungkinkan.”

    Ha! Diem-diem Mas Enda masih suka nakal berarti ya? ๐Ÿ˜›

  4. Kematian, she said, adalah sesuatu yg ada, tapi selalu kita pungkiri keberadaannya. Living is constant deying for death. Kita hidup di dunia ini seolah2 kematian tuh ga ada. Kita belajar, kita maen, kita marah, kita sedih, kita makan, kita nangis, kita ketawa, kita jatuh cinta. Kita lupa sama yg namanya kematian, soalnya kita terlalu sibuk sama hidup kita sehari2. But it is there. And when it hits, it hits hard.

  5. Menjadi dewasa itu proses, menjadi kekanak-kanakan itu situasional..dan..gw gak setuju dengan Morpheus, setuju nya ama Merovingian ๐Ÿ™‚

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.